- Dapodik Aja Sudah Minta Maaf Lahir Bathin Duluan! Kok Kamu Belum?
- Apakah Operator Sekolah Bisa Menjadi PPPK?
- PP Kemenkeu Tentang Uang Makan Guru 2016
- Berapa Sih Cipratan Yang Ideal Untuk OPS dari Guru Sertifikasi
- Cara Operator Sekolah Mendapat “Tunjangan Profesi”
- Rahasia Besar Dibalik Tugas Operator Sekolah
- Honor Operator Sekolah Pada Tahun 2017
- Cara Mendapatkan NUPTK Untuk Operator Sekolah Pada Tahun 2017
- Seputar Persyaratan Pada Lampiran Usulan Tunjangan GTT/Operator Sekolah
- Tips Mencairkan Honor Operator Sekolah TA 2016/2017
Hilda Wibisono – Sang Honorer Calon Wakil Bupati Brebes
Dikalangan pendidik baik itu guru maupun tenaga kependidikan pasti mengenal sosok calon wakil rakyat yang satu ini. Termasuk Saya sendiri mengenal beliau sudah lama dan kebetulan memang tetangga desa saya. Pria yang akrab dipanggil Hilda ini adalah guru honorer di salah satu sekolah di Kabupaten Brebes, tepatnya di SD Negeri Krasak 03 Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes.
Apa yang menjadikan menarik dari pria yang satu ini? ya, Hilda Wibisono merupakan salah satu guru honorer yang bisa diilang nekat. Nekat dalam arti berani maju meramaikan pesta Demokrasi pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Brebes pada tahun depan.
Seperti yang dikutip dari jateng.tribunews.com, ia mengaku tidak memiliki modal uang untuk mencalonkan diri. Sebagai guru honorer ia hanya bergaji Rp 400 ribu per bulan. Namun ia menegaskan, kendala modal tidak akan membuatnya patah semangat.
Pada Minggu (20/3), dia mengikuti tes seleksi bakal calon wakil bupati Brebes di Kantor Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Jawa Tengah. Hilda berangkat ke Semarang naik kereta api dari Stasiun Besar Kota Tegal. Ia hadir bersama calon bupati dan wakil bupati lainnya. “Kemarin itu tesnya wawasan kebangsaan,” jelasnya.
Melihat beberapa nama calon lainnya, Hilda mengaku sedikit minder, namun ia tetap berusaha percaya diri. “Saya minder sebenarnya, tapi ya sudah saya jalanin saja. Ibaratnya modal dengkul aja yang penting saya sudah berusaha,” katanya.
Saat menjalani tes wawasan kebangsaan di Semarang, ia mengaku bingung saat diminta mengisi formulir bermaterai yang berisi komitmen membayar biaya survei sebesar Rp 150 juta. “Saat disodorkan formulir itu, saya nggak mengisinya karena tidak punya uang sebanyak itu. Kata pengurusnya, dana itu untuk survei elektabilitas. Tapi kalau enggak dapat rekomendasi, uang dikembalikan. Saya serahkan kosongan saja (formulir) itu. Enggak punya duit,” ujar Hilda yang sudah menjadi guru honorer sejak enam tahun lalu.
Sah-sah saja, siapapun dia, entah itu honorer, kuli panggul, tukang macul untuk menjadi wakil rakyat, asal memenuhi syarat dan mampu membawa kemajuan bagi daerahnya. Semangat Hilda…..
0 comments